sistem administrasi negara
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Indonesia merupakan negara kesatuan yang disebut dengan eenheidstaat
, yaitu negara merdeka dan berdaulat yang pemerintahannya diatur oleh
pemerintah pusat. Sistem pelaksanaan pemerintahan negara dapat dilaksanakan
dengan cara sentralisasi. Dimana kedaulatan negara baik kedalam dan keluar,
ditangani pemerintah pusat. Dalam konstitusi Republik Indonesia yaitu
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dalam pasal 4 ayat (1)
dikatakan bahwa Presiden Republik Indonesia memegang kekuasaan pemerintahan
menurut Undang-Undang Dasar , sehingga dalam pasal ini apabila kita tafsirkan
bahwa pemegang kekuasaan tertinggi di negara RI yaitu presiden kekuasaan yang
tidak terbagi dan hanya ada satu pemerintah yang berdaulat sehingga jelas
negara kita pada dasarnya menganut asas sentralisasi/sentralistik.
Namun karena luasnya daerah-daerah di negara kita yang
terbagi-bagi atas beberapa provinsi,kabupaten serta kota maka daerah-daerah
tersebut memiliki pemerintahan daerah dengan maksud guna mempermudah kinerja
pemerintah pusat terhadap daerahnya sehingga digunakanlah suatu asas yang
dinamakan asas otonomi sesuai dengan yang diatur dalam pasal 18 ayat (2)
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Maka dari itu
pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya , kecuali urusan
pemerintahan yang oleh undang-undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
pusat, sehingga dalam hal ini menimbulkan suatu hubungan wewenang antara
pemerintah pusat dan pemerintah di daerah.
Hubungan antara pemerintah pusat
dan daerah tak selalu terjalin dengan penuh keharmonisan, ada kalanya terjadi
perselisihan. Perselisihan ini sudah biasa terjadi sejak zaman orde lama, orde
baru, bahkan pada era reformasi ini. Padahal, untuk mencapai tujuan negara maka
perlu adanya hubungan harmonis dari berbagai pihak, terutama pemerintah. Dengan
adanya hubungan yang harmonis, diharapkan terjalin kinerja yang sinergis
sehingga pelayanan negara terhadap rakyat dapat diwujudkan.
Terjadinya disharmonisasi antara
pemerintah pusat dan daerah sebenarnya terletak pada pembagian kewenangan yang
tidak pasti. Dalam literatur tentang pemerintahan hanya dikenal 2 sistem yang
menghubungkan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yaitu sentralisasi
dan desentralisasi. Sentralisasi yaitu segala urusan, tugas, fungsi dan
wewenang penyelenggaraan pemerintahan ada pada pemerintah pusat yang
pelaksanaannya dilakukan secara dekonsentrasi, sedangkan desentralisasi adalah
sebaliknya yaitu pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab (akan fungsi-fungsi
publik) dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah.
Hubungan antara pemerintah pusat
dan daerah sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang Dasar Tahun 1945 Bab VI
yang terdiri dari Pasal 18, 18A dan 18B. Pengaturan dalam pasal-pasal
sebagaimana diatur pada Bab VI tersebut merupakan satu kesatuan pengaturan yang
meliputi susunan pemerintahan, pengakuan terhadap keanekaragaman dan
keistimewaan daerah, dan kerangka sistem otonomi.
Berdasarkan UUD 1945 Bab VI
tersebut di atas kemudian diundangkanlah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 dan
diperkuat oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
Dalam undang-undang tentang Pemerintahan Daerah tersebut mengatur tentang
hubungan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Dibuatnya undang-undang ini tidak
lain adalah demi menjaga keharmonisan antara pemerintah pusat dan daerah dalam
berbagai bidang, namun dalam tataran implementasi masih ada benturan kewenangan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah sehingga keharmonisan hubungan
antara keduanya tidak jarang terlihat renggang.
B.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?
2. Bagaimana
hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?
3. Bagaimana
hubungan pembinaan dan pengawasan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah?
4. Bagaimana
hubungan keuangan Pemerintah Pusan dan Pemerinatah Daerah?
5. Bagaimana
hubungan kerjasama dan penyelesaian perselisihan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah?
C.
Tujuan
1. Untuk
memahami hubungan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah?
2. Untuk
mengetahui bagaimana hubungan kewenangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah?
3. Untuk
memahami hubungan pembinaan dan pengawasan antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah?
4. Untuk
memahami hubungan keuangan Pemerintah Pusan dan Pemerinatah Daerah?
5. Untuk
mengetahui
tentang hubungan kerjasama dan penyelesaian perselisihan antara Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah?
BAB II
PEMBAHASAN
v Hubungan Antara Pusat dan Daerah
Daerah otonom (Daerah) sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan
mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan
aspirasi mereka, pada prinsipnya tetap berada dalam ikatan Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI). Ditinjau dari segi keorganisasian, pada hakekatnya
penyelenggaran sistem pemerintahan adalah satu, dimana tanggung jawab terakhir
atas pelaksanaan pemerintah dalam NKRI berada pada Presiden.
Dengan demikian setiap upaya dan
kegiatan apapun dalam berbagai bidang oleh Pemerintah Daerah dalam rangka
kenegaraan harus tetap dalam bingkai NKRI. Konsekuensinya pelaksanaan otonomi
daerah harus dapat menjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan
Pemerintah Daerah serta antar-Daerah. Oleh karena itu hubungan antara
pemerintah pusat dan daerah-daerah dalam wilayah negara kesatuan akan tetap
selalu ada bahkan harus dibina dan dikembangkan demi terpeliharanya persatuan dan kesatuan
bangsa serta keutuhan negara Indonesia. Ketentuan mengenai hubungan pemerintah pusat dan daerah,
dengan tegas digarisakan dalam konstitusi negara yang menyebutkan sebagai
berikut :
1. Hubungan
wewenang antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, kabupaten, dan kota,
atau provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang-undang dengan
memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan
keuangan, pelayanan umum, pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya
anatar pemerintah pusat dan daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan
selaras berdasarkan undang-undang.
Hubungan antara pemerintah pusat dan
daerah dalam kerangka otonomi daerah, telah
digariskan di dalam konsiderasi Undang-undang No. 22 Tahun 1999 bahwa dalam
menghadapi perkembangan keadaan, baik di dalam maupun di luar negeri, serta
tantangan persaingan global dipandang perlu menyelenggarakan otonomi daerah
dengan memberikan kewenangan yang luas, myata, dan bertanggung jawab terhadap
daerah proporsional, yang diwujudkan dengan pengaturan, pembagian, dan
pemanfaatan sumber daya nasional, serta pertimbangan keuangan Pusat dan Daerah,
sesuai dengan prinsip-prinsip demokrasi, peran serta masyarakat, pemerataan,
dan keadilan, serta potensi dan keanekaragaman Daerah, yang dilaksanakan dalam
kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Dari
ketentuan diatas dapat diambil kesimpulan bahwa secara garis besar hubungan
antara Pusat dan Daerah akan mencakup adanya :
1. Hubungan
kewenangan, bahwa Pusat memberikan sejuml;ah kewenangan kepada Daerah baik
sesuai asas desentralisasi, dekonsentrasi, dan atau tugas pembantu.
2.
Hubungan Pembinaan dan Pengawasan, agar
implementasi kebijakan otonomi daerah dapat berlangsung sesuai dengan garis
kebijakan dan tujuan nasional diperlukan upaya-upaya pembinaan yang dilakukan
oleh Pemerintah Pusat terhadap daerah.
3.
Hubungan keuangan, agar poenyelenggaran
pembangunan daerah dalam sistem NKRI tidak menimbulakan kesenjangan, dibutuhkan
pengaturan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah.
4.
Hubungan Kerjasama dan Penyelesaian
perselilahan, dalam penyelenggaran pemerintah daerah dimungkinkan adanya
kerjasama yang saling menguntungkan. Untuk itu dimungkinkan pula dalam
kerjasama terjadi perselisihan antar-Daerah.
a.
Hubungan Kewenangan
Untuk memberikan kewenangan kepada suatu masyarakat hukum
dalam wilayah tertentu pertama-tama Pemerintah Pusat membentuk Daerah-daerah
baik Daerah Provinsi, Kabupaten maupun Kota, melalui Undang-undang Pembentukan,
disamping Daerah-daerah yang telah dibentuk sebelumnya.Kewenangan Pusat yang
diberikan kepada Daerah-daerah adalah sebagai berikut :
1) kewenangan
daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali : a.
Kewenangan dalam bidang politik luar negeri, b. Pertahan keamanan, c.
Peradilan, d. Moneter dan fiskal, serta e. Agama (UU No. 32 tahun 2004 ayat 1,2,3).
2)
Kewenangan yang
meliputi kebijakan tentang perencanaan nasional dan pengendalian pembangunan
nasional secara makro, dana perimbangan keuangan, sistem administrasi negara
dan lembaga perekonomian negara, pembinaan dan pemberdayaan sumber daya
manusia, pemberdayagunaan sumber daya alam serta teknologi tinggi yang
strategis, konservasi, dan standarisasi nasional.
3)
Kewenangan Provinsi sebagai daerah
otonom mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang bersifat lintas
Kabupaten dan Kota, serta kewenangan dalam bidang pemerintahan tertentu
lainnya. Kewenangan Provinsi juga meliputi kewenangan yang tidak atau belum
dapat dilaksanakan oleh daerah Kabupaten dan Kota.
4)
Kewenangan Provinsi sebagai wilayah
administrasi mencakup kewenangan dalam bidang pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur selaku wakil pemerintahan.
5)
Kewenangan bidang pemerintahan yang
wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupatan dan Daerah Kota meliputi pekerjaan
umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan, pertanian, perhubungan, industri
dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup, pertahanan, koperasi, dan
tenaga kerja.
6)
Kewenangan daerah diwilayah laut
meliputi : a. Eksplorasi, eksploitasi, konservasi, dan pengolaan kekayaan laut
sebatas wilayah laut yang telah ditentukan (selebar 12 mil dihitung dari pantai
surut, sedangkan untuk daerah Kabupaten dan Kota batasnya adalah sepertiga dari
batas wilayah provinsi), b. Pengaturan kepentingan administratif, c. Pengaturan
tata ruang, d. Penegakan hukum terhadap peraturan yang dikeluarkan oleh daerah
atau dilimpahkan kewenangannya oleh Pemerintah, dan e. Bantuan penegakan
keamanan dan kedaulatan negara.
7)
Pemerintah dapat menugaskan kepada
daerah tugas-tugas tertentu dalam rangka pembantuan, dengan kewajiban
melaporkan pelaksanaannya.
8) Dalam hubungan
kewenangan ini dapat terjadi hubungan antara pemerintah pusat dan daerah,
antara provinsi dan Kabupaten/Kota, antar-Provinsi dan antar-Kabupaten/Kota.
Pendapat
yang dikemukakan oleh Clarke dan Stewat adalah bahwa terdapat tiga model
hubungan kewenangan antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah, yaitu:
Ø Model relatif, model ini memberikan kebebasan
kepada pemerintah daerah , dan pada saat yang sama tidak mengingkari realitas
negara bangsa. Penekanannya adalah dengan memberikan kebebasan bertindak pada
pemerintah daerah dalam kerangka kerja kekuasaan dan kewajiban yang telah
ditentukan. Hubungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah oleh karenannya
ditentukan oleh perundang-undangan.Pengawasan dibatasi. Pemerintah daerah
meningkatkan kebanyakan dari penghasilannya melalui pajak langsung. Dalam model
otonomi relatif pemerintah daerah dapat membuat kebijakan yang dibagi dengan
pemerintah pusat atau yang berada dari kebijakan yang ditetapkan oleh
pemerintah pusat.
Ø Model Agensi, ini adalah model pemerintahan
daerah yang dilihat terutama sebagai agen pelaksanaan kebijakan pemerintah
pusat. Hal ini diyakinkan melalui spesifikasi yang terperinci dalam
peraturan,perkembangan peraturan dan pengawasan.
Ø Model Interaksi, dalam model ini sulit ditentukan
ruang lingkup kegiatan pemerintah pusat dan pemerintah daerah , karena mereka terlibat
dalam pola hubungan yang rumit, yang penekanannya ada pada pengaruh yang
menguntungkan saja.
Hubungan
kewenangan, antara lain bertalian dengan cara pembagian urusan penyelenggaraan
pemerintahan atau cara menetukan urusan rumah tangga daerah. Cara penentuan ini
akan mencerminkan suatu bentuk otonomi terbatas atau otonomi luas. Dapat
digolongkan sebagai otonomi terbatas apabila: Pertama; urusan-urusan
rumah tangga daerah ditentukan secara katagoris dan pengembangannya diatur
dengan cara-cara tertentu pula. Kedua; apabila sistem supervisi dan
pengawasan dilakukan sedemikian rupa , sehingga daerah otonom kehilangan
kemandirian untuk menentukan secara bebas cara-cara mengatur dan mengurus rumah
tangga daerahnya.Ketiga; sistem
hubungan keuangan antara pusat dan daerah yang menimbulkan hal-hal seperti
keterbatasan kemampuan keuangan asli daerah yang akan membatasi ruang gerak
otonomi daerah.
Dalam
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 dalam melakukan pendistribusian kewenangan
antara pemerintah pusat dengan daerah, membedakan urusan yang bersifat
concurrent artinya urusan pemerintahan yang penanganannya dalam bagian atau
bidang tertentu dapat dilakukan bersama antara pemerintah pusat dengan
pemerintah daerah. Dengan demikian, setiap urusan yang bersifat concurrent
senantiasa ada bagian urusan yang menjadi kewenangan pemerintah pusat dan ada
bagian urusan yang diserahkan kepada provinsi dan juga ada urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada kabupaten/kota.
b. Hubungan
Pembinaan dan Pengawasan
Ditinjau dari hubungan Pusat dan Daerah, pengawasan
merupakan penguat kesatuan, agar bandul kebebasan berotonomi tidak bergerak
begitu jauh sehingga mengurangi bahkan mengancam kesatuan. Secara umum dapat
disebutkan, bahwa pengawasan sebagai pranata yang melekat pada desentralisasi
bukanlah suatu yang mesti dihindari. Namun demikian, pengawasan tidak boleh
mengakibatkan pengurangan atau penggerogotan terhadap nilai-nilai yang
terkandung dalam dasar-dasar desentralisasi serta patokan-patokan sistem rumah
tangga daerah. Dari perkembangan suatu negara, dan prinsip umum di atas, secara
singkat dapat dikatakan bahwa pegawasan perlu tetapi harus disertai
pembatasan-pembatasan.
Berbagai wujud hubungan pembinaan dan pengawasan dapat
tercermin dalam berbagai hubungan, yaitu :
1.
Dalam rangka pembinaan, pemerintah
memfasilitasi (upaya memberdayakan daerah otonom melalui pemberian pedoman,
bimbingan, pelatihan, arahan, dan supervisi) penyelenggaran atonomi daerah.
2.
Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
dilantik oleh Presiden atau pejabat lain yang ditunjuk untuk bertindak
atas nama Presiden.
3.
Kepala daerah wajib menyampaikan
laporan atas penyelenggaraan pemerintahan daerah kepada Presiden melalui
Menteri Dalam Negeri dengan tembusan kepada Gubernur bagi Kepala Daerah
Kabupaten dan Kota, sekurang-kurangnya sekali dalam setahun.
4.
Presiden dapat meminta laporan kepada
para Kepala Daerah.
5.
Keputusan DPRD tentang pemberhentian
Kepala Daerah harus disahkan oleh Presiden.
6.
Ada hak DPRD untuk meminta pejabat
negara dan pejabat pemerintah untuk memberikan keteranagn tentang suatu hak
yang perlu ditangani demi kepentingan negara, bangsa, pemerintahan, dan
pembangunan.
7.
Nama-nama calon Gubernur dan calaon
Wakil Gubernur yang telah ditetapkan oleh pimpinan DPRD dikonsultasikan dengan
Presiden.
8.
Presiden memberhentikan Kepala Daerah
tanpa keputusan DPRD bila terbukti Kepala Daerah melakukan tindak pidana
kejahatan yang diancam dengan hukuman lima tahun atau lebih, atau diancam
dengan hukuman mati.
9.
Presiden memberhentikan Kepala Daerah
tanpa persetujuan DPRD bila Kepala Daerah terbukti melakukan makar dan
perbuatan yang dapat memecah belah negara kesatuan RI yang dinyatakan keputusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yaang tetap.
10. Presiden
memberikan keputusan tertulis tentang tindakan penyidikan terhadap Kepala
Daerah. Persetujuan ini tidak perlu diberikan bila Kepala Daerah: a. Tertangkap
tangan melakukan tindak pidana kejahatan yang diancam dengan pidana penjara
lima tahun atau lebih, dan b. Dituduh telah melakukan tindak pidana kejahatan
yang diancam dengan hukuman mati. Setelah penyidikan dilakukan harus dilaporkan
kepada Presiden.
11. Dalam rangka
pengawasan, Peraturan daerah dan Keputusan Kepala Daerah disampaikan kepada
Pemerintah.
12. Pemerintah
dapat membatalkan Peraturan daerah dan Keputusan Kepala daerah yang
bertentangan dengan kepentingan umun atau peraturan Perundang-undangan lainnya.
13. Dalam rangka
pengawasan, Peraturan daerah dan Keputusan Kepala daerah disampaikan kepada
pemerintah selambat-lambatnya lima belas hari setelah ditetapkan.
14. Pemerintah
dapat membatalkan Peraturan daerah dan Keputusan Kepala daerah yang
bertentangan dengan kepentingan umun atau peraturan Perundang-undangan yang
lebih tinggi dan/atau peraturan Perundang-undangan lainnya.
15. Pengawasan
Pemerintah Pusat berupa pengawasan refresif dan fungsional.
16. Pengawasan
refrensif adalah pengawasan yang dilakukan terhadap kebijakan yang telah
ditetapkan Daerah baik berupa peraturan daerah, Keputusan Kepala Daerah,
Keputusan DPRD maupun Keputusan Pimpinan DPRD dalam rangka penyelenggran
Pemerintahan daerah.
17. Pengawasan
fungsional adalah pengawasan yang dilakukan oleh Lembaga/Badan/Unit yang
mempunyai tugas dan fungsi melakukan pengawasan melalui pemeriksaan, pengujian,
pengusulan, dan penilaian.
Hubungan
pengawasan hanya dilakukan terhadap hal yang secara tegas ditentukan dalam
undang-undang . Pengawasan tidak berlaku atau tidak diterapkan terhadap hal
yang tidak ditentukan atau berdasarkan undang-undang. Sistem pengawasan juga
menentukan kemandirian satuan otonomi. Untuk menghindari agar pengawasan tidak
melemahkan otonomi, maka sistem pengawasan ditentukan secara spesifik baik
lingkup maupun tata cara pelaksanaannya. Karena itu hal-hal seperti
memberlakukan prinsip “pengawasan umum” pada satuan otonomi dapat mempengaruhi
dan membatasi kemandirian daerah. Makin banyak dan intensif pengawasan makin
sempit kemandirian makin terbatas otonom.Sebaliknya,tidak boleh ada sistem
otonomi yang sama sekali meniadakan pengawasan. Kebebasan berotonomi dan
pengawasan merupakan dua sisi dari satu lembaran dalam berotonomi untuk menjaga
keseimbangan bandul antara kecenderungan desentralisasi dan sentralisasi yang
dapat berayun berlebihan.
Macam atau
jenis pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah sungguh sangat
beragam, tergantung sudut pandang mana yang digunakan. Demikian halnya, lembaga
atau institusi yang melakukan pengawasan, maka tidak mustahil akan terjadi
tumpang tindih atau tidak berkaburan dalam peran dan fungsi pengawasan di
lapangan. Berikut ini klasifikasi macam ruang lingkup pengawasan dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah :
-
Pengawasan
dari segi Institusi (Lembaga)
Ada
dua macam pengawasan pada segi ini, yaitu pengawasan internal dan pengawasan
eksternal. Pengawasan internal adalah pengawasan yang dilakukan oleh aparat
dalam organisasi pemerintah itu sendiri. Contoh : Inspektorat Wilayah Propinsi,
Inspektorat Wilayah Kabupaten, Inspektorat Wilayah Kota. Sedangkan Pengawasan
eksternal adalah pengawasan yang dilakukan oleh lembaga pengawas yang sama
sekali berada di luar organisasi atau birokrasi pemerintah. Contoh : Pengawasan
aspek politik oleh DPR-DPRD, Pengawasan aspek keuangan oleh BPK, Pengawasan
aspek hukum oleh lembaga Peradilan, Pengawasan aspek sosial oleh Institusi
Pers,Organisasi kemasyarakatan,LSM dll, Pengawasan aspek etik oleh Komisi
Ombudsman Nasional.
-
Pengawasan
dari segi substansi atau objek yang diawasi
Dari
segi substansi maupun objeknya , pengawasan dapat dilakukan baik secara langsung
maupun tidak langsung. Pengawasan langsung dilakukan secara pribadi oleh pemimpin atau pengawas dengan
mengamati,meneliti, memeriksa, mengecek sendiri secara “on the spot”
ditempat pekerjaan terhadap objek yang diawasi. Jenis pengawasan semacam ini
sering disebut pula dengan sidak. Sedang pengawasan tidak langsung diadakan
dengan mempelajari laporan-laporan yang diterima baik lisan maupun tertulis,
mempelajari masukan masyarakat dan sebagainya tanpa terjun langsung di lapang.
Objek
yang diawasi dalam jenis pengawasan ini adalah pengawasan terhadap semua urusan
pemerintahan (daerah) yang telah menjadi kewenangannya. Misal berdasar UU Nomor
32 Tahun 2004 adalah pengawasan pada bidang lingkungan
hidup,pariwisata,pendidikan,kesehatan,pemerintahan dsb. Sifat pengawasannya
bisa menyangkut soal administratifnya, dari segi legalitas hukumnya, maupun dari
pertimbangan kemanfaatannya.
-
Pengawasan
dari Segi Waktu
Pengawasan
dari segi waktu dapat dibedakan ke dalam pengawasan preventif (kontrol
a-priori) dan pengawasan represif (kontrol a-posteriori). Pengawasan preventif
adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pelaksanaan (masih bersifat rencana)
atau sebelum dikeluarkannya kebijakan pemerintah (baik berupa peraturan maupun
ketetapan). Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan setelah
pekerjaan dilaksanakan atau setelah peraturan atau ketetapan pemerintah
dikeluarkan.
-
Pengawasan
Lintas Sektoral
Pengawasan
Lintas sektoral adalah pengawasan yang dilakukan secara bersama-sama oleh dua
atau lebih perangkat pengawasan terhadap program-program dan kegiatan
pembangunan yang bersifat multi sektoral yang menjadi tanggungjawab semua
departemen atau lembaga yang terlibat dalam program atau kegiatan tersebut.
c. Hubungan
Keuangan
Hal penting dalam pelaksanaan Otonomi Daerah adalah
menyangkut pembagian/perimbangan Pusat dan Daerah. Dalam mewujudkan keadilan politik
dan keadilan ekonomi, maka diatur mengenai perimbangan keuangan. Hubungan
keuangan yang terjadi adalah sebagai berikut:
1.
Hubungan
dalam bidang keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah meliputi:
-
Pemberian
sumber-sumber keuangan untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi
kewenangan pemerintah daerah;
-
Pengalokasian
dana perimbangan kepada pemerintah daerah; dan
-
Pemberian
pinjaman dan/atau hibah kepada pemerintah daerah.
2.
Selain pembiayaan penyelenggaran tugas
pemerintah di daerah dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah, juga dari Anggaran dan Pendapatn Belanja Negara.
3.
Penyelenggaran tugas pemerintah di
daerah dibiayai dari dan atas beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.
4.
Pemerintah memberikan dana perimbangan
yang terjadi atas:
a.
Bagian daerah dari penerimaan Pajak
Bumi dan Bangunan, Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan, dan penerimaan
dari sumber daya alam.
b.
Dana Alokasi Umum.
c.
Dana Alokasi Khusus.
5.
Untuk mendorong Pemberdayaan Daerah,
Pemerintah memberi insentif fiskal dan non fiskal tertentu.
6.
Anggaran pendapatan dan Belanja daerah
yang telah ditetapkan dengan peraturan daerah disampingkan kepada Gubernur bagi
Pemerintah Kabupaten/Kota, dan kepada Presiden melaui menteri dalam negeri bagi
Pemerintah provinsi.
7.
Peminjaman dan sumber dana pinjaman
yang berasal dari luar negeri hrus mendapatkan persetujuan Pemerintah.
8.
Pajak dan retrubusi daerah ditetapkan
dengan Undang-undang.
Perimbangan
keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah merupakan subsistem keuangan
negara sebagai konsekuensi pembagian tugas antara pemerintah dan pemerintah
daerah. Perimbangan keuangan antara pemerintah dan pemerintahan daerah
merupakan bagian pengaturan yang tidak terpisahkan dari sistem keuangan negara
dan dimaksudkan untuk mengatur sistem pendanaan atas kewenangan pemerintahan
yang diserahkan, dilimpahkan,dan ditugasbantukan kepada daerah.Berikut beberapa
hal yang diatur dalam Perimbangan keuangan pusat dan daerah:
-
Pajak
daerah
-
Retribusi
daerah
-
Pajak
Bumi dan Bangunan (PBB)
-
Dana
alokasi umum.
d. Hubungan
Kerjasama dan Penyelesaian Perselisihan
Pelaksanaan otonomi daerah memungkinkan terjadinya
kerjasama antar daerah yang diatur dengan keputusan bersama. Untuk itu di daerah dapat dibentuk
badan kerjasama antar daerah. Dalam hal hubungan kerjasama dan penyelesaian
perselisihan seperti sebagai berikut:
1.
Daerah dapat juga mengadakan kerjasama
yang saling menguntungkan dengan lembaga/badan di luar negeri, yang diatur
dengan keputusan bersama, kecuali menyangkut kewenangan pemerintah tata cara
kerjasama daerah dengan lembaga/badan di luar negeri ditetapkan oleh
pemerintah.
2.
Perselisihan antar-daerah diselesaikan
oleh pemerintah. Apabila salah satu daerah tidak dapat menerima keputusan
pemerintah dalam menyelesaikan perselisihan, dapat mengajukan penyelesaian
kepada Mahkamah Agung
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Daerah otonom (Daerah) sebagai kesatuan masyarakat hukum
yang mempunyai batas daerah tertentu, berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi mereka, pada
prinsipnya tetap berada dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Hal ini memberikan keluasan bagi masing-masing daerah untuk mengurus rumah
tangga mereka sendiri dan melakukan apa yang mereka butuhkan, namun tetap
berpatokan pada undang-undang.Konsekuensinya pelaksanaan otonomi daerah harus
dapat menjamin hubungan yang serasi antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah
Daerah serta antar-Daerah. Hubungan antara pusat dan daerah harus diatur dalan
undang-undang agar jelas pembagian tugas dan tanggung jawab antara pusat dan
daerah. Oleh karena itu dibuatkan undang-undang yang mengatur pemerintahan
daerah yaitu UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah. Dalam proses
pemerintahan, hubungan pemerintah pusat dan daerah yang harus tetap dijaga
keharmonisannya ialah:
a.
Hubungan kewenangan;
b.
Hubungan pembinaan dan pengawasan;
c.
Hubungan keuangan; dan
d.
Hubungan kerjasama dan penyelesaian
perselisihan.
B. Saran
Hubungan antara pemerintah pusat dan daerah-daerah dalam
wilayah negara kesatuan akan tetap selalu ada bahkan harus dibina dan dikembangkan demi
terpeliharanya persatuan dan kesatuan bangsa serta keutuhan negara Indonesia. Keharmonisan
hubungan antara pusat dan daerah, dan antar-daerah, harus tetap terjaga agar
proses pelaksanaan pemerintahan dapat tetap berjalan dengan baik. Oleh karena
itu, koordinasi dan kerjasama yang baik antara pemerintah pusat dan daerah
sangat dibutuhkan guna mengembangkan Indonesia menjadi negara maju.
DAFTAR PUSTAKA
Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia (LAN), Sistem Administrasi Negara
Kesatuan Republik
Indonesia (Buku I Prinsip-prinsip Penyelenggaraan Negara), LAN, Jakarta, 2003.
Manan Bagir, Hubungan Antara Pusat dan Daerah Menurut UUD 1945, Pustaka Sinar
Harapan,
Jakarta 1994.
J.Kaloh,
Mencari Bentuk Otonomi Daerah suatu solusi dalam menjawab kebutuhan local
dan
tantangan global, Jakarta:Rineka Cipta,2007
Ahmad Yani,Hubungan Keuangan Antara
Pemerintah Pusat Dan Daerah di Indonesia,
Jakarta:Raja
Grafindo Persada,2008.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah
Daerah.
Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintah
Daerah.
Mulyono, “Hubungan Pemerintah Pusat dan Daerah”.
https://gtmulyono.wordpress.com/materi-pkn/hubungan-pemerintah-pusat-dan-daerah/. Tanggal 10 oktober 2015.
Komentar
Posting Komentar